Ikan Patin Triploid : Otak-Atik Teknologi Lama
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB dan Dinas Perikanan Jawa Barat telah bekerja sama dalam mengembangkan ikan patin strain triploid. Sejak terjadinya perubahan nama dan mandat UPTD Balai Pengembangan Budidaya Ikan Patin dan Lele (BPBIPL) menjadi Balai Pengembangan dan Pemacuan Stok Ikan Patin dan Lele (BPPSIPL) Subang, telah menambah tupoksi UPTD ini untuk melakukan distribusi dan restocking ikan pada perairan umum. UPTD BPPSIPL telah beberapa kali berpartisipasi dalam kegiatan restocking benih ikan patin terutama pada perairan waduk (situ gede, cirata, saguling, dan jatiluhur). Dengan adanya penambahan tupoksi ini pula mulai dirasakan adanya suatu kebutuhan untuk mendapatkan teknologi poliploidisasi, terutama untuk menghasilkan benih ikan patin strain triploid. Kegiatan restocking yang mengintroduksikan spesies asing (non native) atau strain hasil rekayasa genetika menghendaki jaminan tidak akan menekan populasi spesies asli (native) melalui predasi, kompetisi ruang dan makanan, penyebaran penyakit, dan tidak kawin silang dengan spesies asli.
Teknologi triploidisasi bukanlah hal baru dalam akuakultur. Teknik ini sudah populer sejak tahun 1980 an dan sudah diterapkan oleh banyak negara untuk mendapatkan populasi ikan yang steril (mandul). Triploidisasi menjadi populer ketika muncul adanya kekhawatiran introduksi spesies asing sebagai ikan budidaya akan menggeser keseimbangan pada ekosistem lokal. Maraknnya penggunaan spesies tertentu sebagai pemusnah tanaman air yang menutupi perairan diberbagai negara telah membangkitkan kesadaran tentang bahaya spesies invansif. beberapa lembaga dunia (FAO, NASCO, ICES, dan lainnya) merekomendasikan produksi strain ini untuk kegiatan budidaya perikanan dan kegiatan restoking ikan di alam untuk menekan efek genetis pada ekosistem alam waduk, sungai, dan perairan umum lainnya. Bahkan ikan uji GMOs disarankan untuk di-triploidkan untuk mengeliminir resiko genetik jika ikan ini lepas dari wadah budidaya ke perairan alam.
Poliploid sendiri dapat diartikan sebagai organisme yang memiliki satu atau lebih tambahan pada set kromosomnya dari jumlah normalnya. Untuk beberapa spesies, organisme poliploid dapat terjadi secara spontan di alam maupun dalam sistem budidaya. Beberapa tanaman industri yang banyak dibudidayakan pada era moden saat ini beberapa diantaranya adalah strain poliploid yang disengaja. Poliploid, terutama pada triploid, dapat dengan mudah didapatkan dari invertebrata dan vertebrata tingkat rendah seperti ikan dan moluska dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja produksi. Dalam regulasi EU (Directive 90/220/CCE of April 23 of 1990), organisme poliploid tidak dianggap sebagai organisme hasil rekayasa genetik (Non-GMOs) sehingga aman untuk dikonsumsi. Untuk beberapa jenis ikan tertentu, strain triploidnya terbukti tumbuh lebih cepat dari pada strain diploid dikarenakan tidak ada energi yang digunakan untuk pembentukan gonad, terutama sel telur. Untuk efisiensi, ikan patin triploid harus diproduksi dari induk ikan patin yang tetraploid. Induk ikan patin tetraploid bersifat fertil (subur) dan jika dikawinkan dengan jantan diploid, akan menghasilkan benih ikan triploid (steril/mandul).
Tim yang diketuai oleh Dr.Odang Carman (BDP-FPIK) telah melakukan beberapa tahapan pengembangan strain triploid pada ikan patin di instalasi BPPSIPL, Cijengkol, Subang. Kegiatan ini telah menunjukkan beberapa hasil yang menggembirakan seperti didapatkannya SOP produksi ikan patin triploid dengan metode kejut suhu, dan didapatkannya populasi tetraploid yang akan sangat berguna dalam produksi benih sebar triploid maupun perbanyakan calon induk tetraploid. Menurut Dr. Odang Carman, timnya dalam waktu dekat akan mulai menyusun dokumen ilmiah untuk kepentingan rilis pada tahun 2019.
” Sebenarnya, selain berguna untuk kegiatan restocking, strain triploid juga akan ditujukan untuk mengisi kebutuhan benih bagi industri pembesaran ikan patin, terutama yang menyuplai ikan ke usaha fillet ikan patin. Ikan patin kami tumbuh 44% lebih cepat dibandingkan patin biasa pada umur yang sama, dan steril (mandul). Selain itu rendemen (yield) fillet yang didapatkan bisa mencapai 45%, lebih tinggi dari ikan patin normal yang biasanya berkisar pada angka 30%. Dan tentu saja, performa tersebut didapatkan setelah ikan patin dipelihara hingga mencapai umur yang mature ” ujarnya.
Anda tertarik ?